Kita semua harus meminta maaf kepada siswa SMA
Tanpa kita sadari setiap kita bersalah kepada siswa-siswi SMU. Mengapa? Karena kita telah membiarkan siswa-siswi SMU itu harus bersusah-susah mempelajari pelajaran fisika yang sangat sulit itu. Walaupun kita semua telah berkali-kali mengatakan bahwa fisika itu tidak sulit (tetapi dengan syarat apabila kita mau belajar dan bersungguh-sungguh) dan bahkan ada buku yang berjudul fisika itu mudah. Tetapi ini tidak pernah mengubah keadaan bahwa pelajaran fisika itu sulit. Dan keadaan ini tetap tidak akan pernah berubah sampai kapanpun (bisa jadi sampai hari kiamat!).
Selama ini kita juga berkali-kali mengatakan bahwa sulit atau tidaknya pelajaran fisika itu sangat relatif, dan tidak pernah mau secara jujur dan terbuka mengakui bahwa pelajaran fisika itu memang sulit. Kalau anda tidak percaya coba kita ingat-ingat kembali bagaimana kita dulu ketika sekolah menghadapi pelajaran fisika, pasti yang kita alami adalah kisah sedih di hari minggu (eh salah!) maksudnya tidak menyenangkan. Ingatan kita tentang fisika selalu dipenuhi dengan duka dan sedih (nggak ada senangnya sama sekali!). ada yang gurunya galak, ada yang gurunya cuek, sering bolos, dihukum guru karena nggak ngerjain PR, dan lain-lain. Begitu bukan (hayo ngaku aja deh!).
Kalau anda masih tetap tidak mau mengakui bahwa pelajaran fisika itu sulit, sekarang coba anda menengok buku-buku pelajaran fisika. Saat ini banyak tersedia buku pelajaran fisika dengan ciri khas dan keunggulan masing-masing dan dengan tebal yang berbeda-beda (jangan salah, yang tebal tidak berarti lebih bagus dan yang tipis tidak bagus lho!). Walaupun penampilan fisik buku pelajaran itu sangat menarik tetapi tidak demikian halnya dengan isinya. Apabila kita terkagum-kagum dengan penampilan buku itu jangan kaget kalau anda tidak akan mampu berlama-lama membaca buku fisika itu karena susahnya dan tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kehidupan sehari-hari.
Ini bukan berarti penulisnya yang salah ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab. Penulis maupun penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang terbaru (sekarang sedang berlaku kurikulum berbasis kompetensi). Dan mereka beralasan buku yang tidak sesuai kurikulum (walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)) tidak akan laku dijual.